Legenda dan Sejarah Pantai Kartini


Jepara, sebetulnya nama obyek wisata Pantai Kartini lebih dikenal dengan sebutan “PEMANDIAN” pikiran mereka langsung tertuju pada satu maksud yaitu Pantai Kartini, bukan obyek wisata yang lain.
Istilah “PEMANDIAN” berasal dari kata “MANDI” yang mengandung pengertian “tempat untuk mandi”.
Letak tempat tersebut tepatnya berada di bagian pantai yang paling barat dan oleh masyarakat dikenal dengan sebutan “PONCOL”. Biasanya para pengunjung melakukan mandi di tempat ini pada waktu fajar dan sore menjelang senja sekaligus menyaksikan keindahan sunset.
lokasi ini masih tetap digunakan untuk mandi para penderita sakit kulit gatal-gatal, & rematik dengan harapan sakitnya segera sembuh. Pantai yang jaraknya tidak begitu jauh dari rumah kediaman (Pendopo Kabupaten) dimana beliau dibesarkan ini memang dulu menjadi daerah tujuan wisata bagi keluarga/kerabat Kabupaten untuk beristirahat dan melepas lelah.

Di pantai ini pula RA Kartini pada masa kecilnya sering bermain-main dan bercanda ria bersama-sama saudaranya. Akhirnya sebagai ungkapan penghargaan dan untuk mengingat kebesaran perjuangan RA Kartini maka pantai tersebut dinamakan “PANTAI KARTINI”.(gojepara.com)

Sejarah Ibu Kartini

Sejarah Ibu Kartini

Ibu Kartini, Putera Bupati Jepara, R.M. Adipati Ario Sosronigrat, cucu Bupati Demak Pangeran Ario Tjondronagoro. Beliau adalah seorang Bupati yang telah berfikir maju, dan telah memberikan pendidikan barat kepada putera-puteranya dengan mendatangkan seorang guru dari negeri Belanda.

Penduduk Jawa dan Madura pada saat itu masih sangat sedikit yang berpendidikan, ternyata pada tahun 1902 hanya terdapat orang Bupati yang pandai menulis dan berbahasa Belanda, mereka itu adalah :

1. Bupati Serang : P.A.A. Ahmad Djajadiningrat

2. Bupati Ngawi : R.M.T. Kusumo Utojo.

3. Bupati Demak : P.A. Adinigrat, Paman Ibu Kartini

4. Bupati Jepara : R.M.A.A. Sosroningrat, Ajah ibu Kartini

Ibu Kartini dilahrikan pada tanggal 21 April 1879, di Majong Kabupaten Jepara. Beliau Putera kelima dari 11 orang bersaudara yang urut-urutannya sebagai berikut :

1. R.M. Sosroningrat

2. P.A. Sosrobusono, Bupati Ngawi

3. R.A. Sosroaditjokro

4. R.M. Sosrokartono – Drs –

5. R.A. Kartini

6. R.A. Rukmini

7. R.A. Kardijah, Isteri Bupati Tegal

8. R.A. Kartinah

9. R.A. Sosromuljono

10. R.M. Sumantri Sosrohadikusumo

11. R.M. Sosrorawito

Sebagaimana saudara-saudarnya yang lain Ibu Kartini dimasukkan sekolah Europose Lagere School – sekolah untuk orang-orang Belanda dan orang-orang jawa yang terkemuka / kalangan atas.

Beliau bersekolah sampai berusia 12 tahun, dan kemudian keluar karena harus menjalani masa pingitan, yang telah mendaji tradisi, adat istiadat dikalangan tertentu bahwa seorang gadis pada saat datangnya masa kedewasaan / remaja tidak diperkenankan keluar rumah, dalam masa yang telah ditentukan.

Selama dalam pingitan beliau tidak banyak bergaul, karena pada saat itu hubungan kekeluargaan masih sangat terikat dengan adat-istiadat lam – sangat kaku. Maka satu-satunya tempat sebagai pelarian kesepian hatinya dan sebagai kawan yang setia adalah buku.

Buku, buku, membaca, demikian hampir seluruh kerja Ibu Kartini, tentunya disamping tugas-tugas keluarga. Buku demi buku dibacanya. Meskipun mengerti,faham akan isinya atau tidak, beliau ingin terus membacanya. Sekali belum faham diulanginya lagi, kedua belum faham, dibaca yang ketiga kalinya.

Setelah berusia 16 tahun beliau dibebaskan dari pingitan. Bersamaan dengan itu pula kakak perempuannya – yang tidak sefaham hatinya dengan Ibu Kartini – menikah, sehingga dengan demikian Ibu Kartini menjadi saudara perempuan yang tertua. Dan mulai pada waktu itulah beliau mengadakan bebrepa perubahan dalam adat-istiadat pergaulannya dengan adik-adiknya perempuan-tiga bersaudara : Kartini, Rukmini dan Kardinah. Pergaulan menjadi tidak kaku lagi, adik-adiknya tidak perlu bersembah-berjngkok dan sebagainya.

Ibu Kartini dengan cita-citanya memang tidak berdiri sendiri, atau dengan perkataan lain benih kebangkitan dan kemajuan yang berada dalam jiwanya tidak mungkin tumbuh dengan subur tanpa pemerliharaan dan siraman yang seksama.

Disamping buku-buku yang menjadi salah satu unsur penyebab suburnya benih cita-citanya Ibu Kartini, maka kenalan-kenalannya (sahabat-sahabatnya), yang semua orang-orang Eropa banyak pula memberikan dorongan dan bimbingan ibarat anjang-anjang bagi tanaman cita-cita Ibu Kartini.

Teman-teman Ibu Kartini:

1. Nyonya Cvink Nestenenk , seorang janda ipar Asisten Reseden Jepara, yang memberi pelajaran menggambar kepada Ibu Kartini bersaudara.

2. Nyonya Cvink Soer, Isteri Asisten residen Jepara. Karena tidak mempunyai anak maka sangat erat hubungannya dengan Ibu Kartini, bagaikan ibunya sendiri.

3. Nona Estella Zeehandelaar – Stela - , seorang gadis yang berlairan Sosialis. Perkenalannya dengan perantauan majjalah “De Hollanse Lelie”.

4. Mr. J.H. Abendanon, Direktur pada departemen Pengajaran (O & E), beliau banyak berusaha untuk kemajuan pendidikan anak gadis.

5. Nyonya Abendanon, Isteri Mr. Abendanon

6. Nona Annie Glaser, seorang Guru yang didatangkan di Jepara atas usaha Mr. Abendanon, yang membantu Ibu Kartini dalam mempersiapkan diri mengambil Hulpakte di Jakarta.

7. Ir. Van Kol, seorang tokoh sosialis belanda, anggota Twede kamer.

8. Nyonya Nellie van Kol, isteri Ir. Van kol

9. Edie Abendone, putera Mr. Abendanon.

10. Prof. Dr. G.K. Anton dan Nyonya, di Jena (Jerman), pernah mengunjungi tanah jawa dan singgah di Jepara.

11. Dr. N. Andriani, ahli bahasa yag dikirimkan oleh Bijbel – genootschap kedaerah Posso, Sulteng, dan masih terdapat beberapa kenalan lagi.

Dalam mengejar cita-citanya Ibu Kartini banyak mendapat hambatan dari keluarganya, terutama dari kakaknya yang sulung, yang sangat menentangnya, sehingga sering kali timbul perselisihan. Adapun ajahnya dalam keadaan bimbang, beliau sangat mencintai puterinya dan memahami akan kebenaran cita-citanya, akan tetapi beliau masih merasa sangat khawatir akan pandangan bangsanya yang masih kolot. Hanya kakaknya Kartono yang dengan terang-terangan mendukung cita-cita Ibu Kartini. Beliau melanjutkan pelajarannya di Semarang. Dan dari beliaulah Ibu Kartini banyak memperoleh buku-buku yang berharga.

Pada tahun 1902 adiknya Rukmini telah mendahului menikah, yang kemudian mengikuti suaminya. Dengan demikian pecahlah tiga bersaudara, Kartini, Rukmini, Kardinah, dan kesepian hati mereka diutamakan pula dalam beberapa surat-surat beliau yang secit-citanya.

Kemudian datanglah pinangan dari Bupati Rembang, Raden Adipati Djojo Adiningrat (yang sebelumnya memang sudah dikenal oleh keluarga Ibu Kartini), dan dengan ikhlas Ibu Kartini menerima pinangan itu, setelah terlebih dahulu menyerahkan kembali bea-siswa yang telah disediakan oleh Pemerintah.

Pada tanggal 8 Nopember 1903 berlangsunglah pernikahan Ibu Kartini dan seterusnya mengikuti suaminya ke Rembang, dan sejak itulah Ibu Kartini hidup berdampingan dengan suaminya dan melaksanakan sebagaian dari cita-citanya menyelenggarakan pendidikan untuk anak-anak perempuan.

Pada tanggal 13 September 1904 lahirlah putera yang pertama, dan empat hari kemudian 17 September 1904 Ibu Kartini telah dipanggil oleh Tuhan menghadap kehadiratnya, setelah bergulat dengan cita-citanya selama 12 tahun.

0 komentar:

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda